Service Level Agreement (SLA) adalah perjanjian yang dinyatakan secara formal antara penyedia layanan dan pelanggan. SLA dapat dinyatakan secara umum berdasarkan pernyataan penyedia layanan, misalnya untuk gangguan telepon maksimal 3 hari, jika lebih dari itu pelanggan akan mendapat kompensasi keringanan abonemen. Namun SLA juga dapat berlaku secara khusus, misal untuk link IP tertentu maksimal delay paket adalah 50ms. SLA khusus biasanya membawa konsekuensi ke harga kontrak.
Ketika pelanggan memesan sebuah layanan, SLA dinyatakan dan kemudian kontrak dibuat. Dalam kontrak SLA, parameter QoS yang menentukan kualitas tingkat layanan yang dijamin oleh penyedia layanan akan disertakan. Penyedia layanan tentunya harus melakukan pemantauan SLA untuk memverifikasi apakah layanan yang ditawarkan adalah memenuhi parameter QoS yang ditentukan dalam SLA atau tidak. Pemantauan SLA tentu harus melibatkan pemantauan status kinerja yang ditawarkan dan memberikan informasi yang relevan dengan sistem manajemen tingkat layanan. Agar sistem manajemen tingkat layanan dapat memverifikasi apakah parameter QoS yang ditentukan dapat dipenuhi, sistem harus mengumpulkan data kinerja dari sistem pemantauan kinerja jaringan yang mendasarinya dan data tersebut dipetakan untuk parameter SLA.
Karena penyedia jasa memberikan jaminan atau garansi, beberapa perusahaan menyatakan SLA ini sebagai SLG - Service Level Guarantee. SLA juga sering digunakan untuk menyatakan perjanjian antar unit di dalam sebuah perusahaan, misal SLA antara unit marketing dengan unit teknis. Baik itu SLA maupun SLG dibutuhkan manajemen yang baik, sehingga kastamer dapat memberikan layanan yang sebaik-baiknya.
Kualitas adalah masalah rasa. Rasa puas, rasa nikmat. Terkait layanan telekomunikasi, kualitas adalah suatu besaran. Besaran ini bisa dipahami secara mudah kalau sudah dinyatakan dalam angka. Dengan angka memang bisa dilakukan perbaikan kualitas. Tetapi tetap saja, kualitas adalah masalah rasa, yang terkait dengan pengalaman, persaingan, harapan, dan mimpi-mimpi.
Rabu, 07 September 2011
Kualitas memang bukan sekedar pengukuran mesin
Kenyataannya, apa kata pelanggan lebih dihargai daripada angka-angka hasil pengukuran mesin. Agar mudah diolah, kata pelanggan ini dikonversikan ke angka-angka yang akan memberikan gambaran, seberapa puas pelanggan terhadap kualitas yang diberikan operator telekomunikasi. Contohnya Service Quality Award 2011, dibuat berdasarkan survey terhadap 3.000 responden di Jabodetabek, Semarang Surabaya, dan Medan.
Service Quality Award merupakan ajang bergengsi yang memberikan penghargaan bagi pelaku industri dengan tingkat kualitas pelayanan terbaik. Pada tahun 2011, ini terdapat lebih dari 500 merek pelayanan dari 50 kategori yang disurvey oleh lembaga survei independen Carre-CCSL (Center for Customer Satisfaction and Loyalty) dan Majalah Service Excellence.
Pengukuran dilakukan berdasarkan 5 parameter kepuasan, yakni kepuasan terhadap pengaksesan titik pelayanan (accessibility), kepuasan terhadap unsur-unsur yang terkait dengan proses pelayanan (service process), kepuasan terhadap petugas pelayanan yang berinteraksi dengan pelanggan (people), kepuasan terhadap proses penanganan keluhan (service complaint handling), dan kepuasan terhadap solusi pelayanan yang dilakukan (quality of repair result) yang kemudian diolah menjadi skor total bernama Indonesian Service Satisfaction Index (ISSI).
Agar menarik, kata pelanggan kepada industri sejenis akan diranking dan diumumkan dalam seremonial publik. Dampak positif dari seremoni ini adalah, memang yang berkualitaslah yang akan mendapat penghargaan.
Pencapaian Standard Kualitas Operator Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)